Ibu kota Jawa timur dan Sejarahnya
|
Kamis, 08 September 2016
|
Jawa Timur Punya Cerita
|
SURABAYA
Itulah Ibukota Jawa Timur yang dilambangkan dengan tugu patung Hiu dan Buaya yang sedang berkelahi, kononnya menurut cerita yang beredar dimasyarakat, asal usul nama Surabaya berasal
dari cerita mitos masyarakat yaitu pertempuran antara sura (ikan hiu)
dan baya dan akhirnya menjadi kota Surabaya. Kota Surabaya merupakan
kota terbesar kedua di indonesia setelah Kota Jakarta.
Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia dengan jumlah
penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa. Surabaya merupakan
pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia
timur. Surabaya juga terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena
sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut
kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Secara geografis, Kota
Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya
berbatasan dengan Selat Madura di Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di
Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Berikut ini dapat kita
pelajari tentang sejarah kota Surabaya dari sebelum kedatangan belanda, zaman hindia belanda hingga pertempuran mempertahankan Surabaya.
Sejarah Kota Surabaya Sebelum Kedatangan Belanda
Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO (ikan hiu/berani)dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.
Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO (ikan hiu/berani)dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.
Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar
dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota wali sanga, Sunan
Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di daerah Ampel. Tahun 1530,
Surabaya menjadi bagian dari Kesultanan Demak.
Kesultanan Mataram: diserbu Panembahan
Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing
Krapyak tahun 1610, diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran
Sungai Brantas oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah.
Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut Surabaya, namun akhirnya
didepak VOC pada tahun 1677.
Dalam perjanjian antara Paku Buwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC.
Serajah Kota Surabaya pada Zaman Hindia Belanda
Pada zaman Hindia-Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibukota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status kotamadya (Gemeente). Pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibukota provinsi Jawa Timur. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah Batavia.
Pada zaman Hindia-Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibukota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status kotamadya (Gemeente). Pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibukota provinsi Jawa Timur. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah Batavia.
Sebelum tahun 1900, pusat kota Surabaya
hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja. Sampai tahun 1920-an,
tumbuh pemukiman baru seperti daerah Darmo, Gubeng, Sawahan, dan
Ketabang. Pada tahun 1917 dibangun fasilitas pelabuhan modern di
Surabaya.
Tanggal 3 Februari 1942, Jepang
menjatuhkan bom di Surabaya. Pada bulan Maret 1942, Jepang berhasil
merebut Surabaya. Surabaya kemudian menjadi sasaran serangan udara
Sekutu pada tanggal 17 Mei 1944.
Sejarah Kota Surabaya, Pertempuran Mempertahankan Surabaya
Setelah Perang Dunia II usai, pada 25 Oktober 1945, 6000 pasukan Inggris-India yaitu Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara Jepang, tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang menyerahkan semua senjata mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000 pasukan Indonesia menolak.
Setelah Perang Dunia II usai, pada 25 Oktober 1945, 6000 pasukan Inggris-India yaitu Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara Jepang, tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang menyerahkan semua senjata mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000 pasukan Indonesia menolak.
26 Oktober 1945, tercapai persetujuan
antara Bapak Suryo, Gubernur Jawa Timur dengan Brigjen Mallaby bahwa
pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka.
Sayangnya terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya
dengan markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal
Sir Philip Christison.
27 Oktober 1945, jam 11.00 siang,
pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran di Surabaya
yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk menyerahkan
senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah waktu membaca
selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian
tanggal 26 Oktober 1945.
28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan
milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk menghindari
kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Soekarno
dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril
Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.
29 Oktober 1945, Presiden Soekarno,
Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap
bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding.
Pada siang hari, 30 Oktober 1945,
dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Soekarno dan
Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah
diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik
mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI
meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta.
Pada sore hari, 30 Oktober 1945, Brigjen
Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk
memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan
Inggris di gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen
Mallaby dikepung oleh milisi yang sebelumnya telah mengepung gedung
Internatio.
Karena mengira komandannya akan diserang
oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin Mayor Venu K. Gopal
melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para milisi
mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung
Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C.
Smith melemparkan granat ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan
malah jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.
Granat meledak dan mobil terbakar.
Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal yang
diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan Inggris di
Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi
Indonesia.
Letjen Sir Philip Christison marah besar
mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan
tambahan untuk menguasai Surabaya.
9 November 1945, Inggris menyebarkan
ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan milisi segera
diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak diindahkan.
10 November 1945, Inggris mulai membom
Surabaya dan perang sengit berlangsung terus menerus selama 10 hari. Dua
pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang
Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal
keesokan harinya.
20 November 1945, Inggris berhasil
menguasai Surabaya dengan korban ribuan orang prajurit tewas. Lebih dari
20000 tentara Indonesia, milisi dan penduduk Surabaya tewas. Seluruh
kota Surabaya hancur lebur.
Pertempuran ini merupakan salah satu
pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Inggris pada dekade
1940an. Pertempuran ini menunjukkan kesungguhan Bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah.
Karena sengitnya pertempuran dan
besarnya korban jiwa, setelah pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di
Indonesia mulai dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh pasukan
Belanda. Pertempuran tanggal 10 November 1945 tersebut hingga sekarang
dikenang dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar